ArticlePDF Available AbstractPermasalahan mengenai penyalahgunaan senjata api yang kerap terjadi di tengah-tengah masyarakat. Senjata api merupakan benda penting bagi anggota kepolisian juga anggota militer yang digunakan untuk menjaga keamanan Indonesia. Namun dalam kenyataannya, senjata api tersebut disalahgunakan oleh banyak pihak, termasuk pihak militer bahkan masyarakat sipil. Masyarakat sipil memang diperbolehkan untuk memiliki senjata api, namun harus memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan oleh undang-undang untuk mendapatkan izin kepemilikan. Dalam penelitian ini dijelaskan mengenai penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota militer dan masyarakat sipil dalam satu rangka kejadian. Pada umumnya, tindak pidana yang dilakukan oleh masyarakat sipil yang tunduk dengan lingkungan peradilan umum dan anggota militer yang tunduk pada peradilan militer, diperiksa secara koneksitas. Metode penelitian yang digunakan adalah doctrinal research atau normatif. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan statute approach, pendekatan kasus case approach, dan pendekatan konseptual conceptual approach. Dalam penelitian ini digunakan tiga putusan pengadilan dengan kasus yang sama, namun dengan pelaku yang tunduk pada lingkungan peradilan yang berbeda. Dimana salah satunya merupakan anggota militer yang tunduk pada peradilan militer, dan yang lainnya adalah masyarakat sipil yang tunduk pada peradilan umum. Penyalahgunaan senjata api oleh warga sipil terkait dengan izin kepemilikan, jadi harus lebih ketat. Kemudian untuk anggota militer, perlunya penegakan disiplin yang lebih baik lagi dan juga pemahaman bagi anggota militer. Selain itu perlunya penegakan undang-undang mengenai perkara koneksitas agar lebih efektif dan efisien. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Penyalahgunaan Senjata Api Pelaku Militer Dan Pelaku SipilKansa Ahsani Maf’ulakansahsani12 Airlangga AbstrakPermasalahan mengenai penyalahgunaan senjata api yang kerap terjadi di tengah-tengah masyarakat. Senjata api merupakan benda penting bagi anggota kepolisian juga anggota militer yang digunakan untuk menjaga keamanan Indonesia. Namun dalam kenyataannya, senjata api tersebut disalahgunakan oleh banyak pihak, termasuk pihak militer bahkan masyarakat sipil. Masyarakat sipil memang diperbolehkan untuk memiliki senjata api, namun harus memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan oleh undang-undang untuk mendapatkan izin kepemilikan. Dalam penelitian ini dijelaskan mengenai penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh anggota militer dan masyarakat sipil dalam satu rangka kejadian. Pada umumnya, tindak pidana yang dilakukan oleh masyarakat sipil yang tunduk dengan lingkungan peradilan umum dan anggota militer yang tunduk pada peradilan militer, diperiksa secara koneksitas. Metode penelitian yang digunakan adalah doctrinal research atau normatif. Sedangkan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan statute approach, pendekatan kasus case approach, dan pendekatan konseptual conceptual approach. Dalam penelitian ini digunakan tiga putusan pengadilan dengan kasus yang sama, namun dengan pelaku yang tunduk pada lingkungan peradilan yang berbeda. Dimana salah satunya merupakan anggota militer yang tunduk pada peradilan militer, dan yang lainnya adalah masyarakat sipil yang tunduk pada peradilan umum. Penyalahgunaan senjata api oleh warga sipil terkait dengan izin kepemilikan, jadi harus lebih ketat. Kemudian untuk anggota militer, perlunya penegakan disiplin yang lebih baik lagi dan juga pemahaman bagi anggota militer. Selain itu perlunya penegakan undang-undang mengenai perkara koneksitas agar lebih efektif dan e Kunci Penyalahgunaan Senjata Api; Militer; Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara selanjutnya disebut sebagai UU Pertahanan Negara, Tentara Nasional Indonesia atau TNI merupakan sebuah komponen utama yang siap digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pertahanan negara. Tugas pokok Jurist-Diction Vol. 3 1 2020 207Jurist-Diction Volume 3 No. 1, Januari 2020How to citeKansa Ahsani Maf’ula, Penyalahgunaan Senjata Api Pelaku Militer Dan Pelaku Sipil’ 2020 Vol. 3 No. 1 artikel Submit 6 Desember 2019; Diterima 12 Desember 2019; Diterbitkan 1 Januari 2020; 207-224 208 Kasna Ahsani Penyalahgunaan Senjata ApiTNI diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia selanjutnya disingkat sebagai UU TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Republik Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Yang dimaksud Pertahanan Negara dalam Pasal 1 Angka 1 UU Pertahanan Negara adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Pertahanan negara diperlukan untuk menjaga dan melindungi kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman yang datang kapan saja. Berdasarkan Pasal 3 Ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2009 tentang Susunan Organisasi Tentara Nasional, TNI terdiri dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat TNI AD, Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut TNI AL dan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara TNI AU. Kedudukan diantara ketiga TNI Angkatan tersebut adalah sederajat, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah, namun setiap TNI Angkatan tersebut memiliki wilayah dan kewenangan UU TNI Pasal 1 Angka 20, Militer adalah kekuatan angkatan perang dari suatu negara yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sedangkan pengertian militer berasal dari Bahasa Yunani “Milies” yang berarti seseorang yang dipersenjatai dan siap untuk melakukan pertempuran-pertempuran atau peperangan terutama dalam rangka pertahanan dan Adapun pengertian militer secara formil diatur dalam ketentuan Pasal 46, 47, 49 dan 50 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer KUHPM, yaitu2 1 Moch. Faisal Salam, Hukum Pidana Militer di Indonesia CV. Mandar Maju 2006.[13].2 Arneildha Ditya Wijaya, Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Insubordinasi Militer’, Skripsi, Program Sarjana Hukum Universitas Airlangga 2017.[2]. 209a. Pasal 46 KUHPM menyatakan mereka yang berikatan dinas sukarela pada Angkatan Perang dan para militer selama masa ikatan dinas, demikian juga jika mereka berada diluar dinas yang sebenarnya dalam tenggang waktu ikatan dinas dapat dipanggil untuk masuk Pasal 47 KUHPM menyatakan mereka yang menurut kenyataan bekerja pada Angkatan Perangc. Pasal 49 KUHPM menyatakan termasuk juga dalam pengertian militer adalah bekas militer, komisaris-komisaris militer wajib berpakaian dinas, pensiunan perwira anggota dari suatu peradilan militer luar biasa, mereka yang memakai pangkat tituler, mereka anggota dari suatu organisasi yang dipersamakan dengan Angkatan Darat, Laut, atau Udara atau dipandang demikian dengan atau berdasarkan undang-undang dan selama keadaan bahaya oleh penguasa perang ditetapkan dengan atau berdasarkan Pasal 42 Undang-Undang Keadaan Bahayad. Pasal 50 KUHPM menyatakan para bekas militer yang dipersamakan dengan anggota TNI senyatanya memiliki kedudukan yang sama dengan masyarakat biasa yang bukan anggota militer, namun sebagai anggota TNI selain tunduk terhadap aturan hukum yang berlaku di masyarakat, TNI juga harus tunduk terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku bagi militer. Bagi anggota militer, diperlukan peraturan yang berlaku khusus dan lebih berat dikarenakan adanya beberapa perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh anggota militer. Oleh karena itu hukum pidana militer dan hukum acara pidana militer berlaku bagi mereka yang termasuk anggota militer atau orang-orang yang dipersamakan dengan ini perkembangan zaman semakin pesat, tidak hanya dalam bidang industri, tetapi dari segi ilmu pengetahuan dan teknologi juga menunjukan kemajuan. Seiring dengan perkembangan zaman, tingkat kejahatan disekitar juga mengalami peningkatan. Para pelaku kriminal sekarang ini tidak lagi menggunakan cara yang konvensional dalam melakukan aksinya. Cukup banyak pelaku kejahatan yang menggunakan bantuan untuk menuntaskan perbuatannya, salah satunya adalah dengan menggunakan senjata api. Senjata api tersebut didapatkan dengan bayak cara, mulai dari perampasan dari pihak berwajib, membeli secara ilegal, atau bahkan merakit sendiri senjata tersebut. Penyalahgunaan senjata api tidak hanya dilakukan oleh masyarakat sipil, namun anggota militer juga. Tidak tertatanya pengawasan terhadap kepemilikan Jurist-Diction Vol. 3 1 2020 210 Kasna Ahsani Penyalahgunaan Senjata Apisenjata api, baik legal maupun illegal yang dimiliki oleh masyarakat umum, aparat kepolisian dan TNI, merupakan salah satu penyebab timbulnya kejahatan-kejahatan dengan penyalahgunaan senjata api di Sudah seharusnya pihak yang berwajib memberi batasan izin kepemilikan senjata api yang tersebar di sipil memang diperbolehkan untuk memiliki senjata api sesuai dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Nonorganik Kepolisian Negara Republik Indonesia/Tentara Nasional Indonesia Untuk Kepentingan Bela Diri Perkap No. 18 Tahun 2015. Perkap No. 18 Tahun 2015 tersebut tidak semua Warga Negara Indonesia dapat memiliki dan memperoleh izin kepemilikan senjata api di Indonesia. Karena hal tersebut dibatasi oleh tipe-tipe tertentu, tujuan dari pemakaian tertentu dan ada persyaratan yang harus dipenuhi. Seperti yang tercantum dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api UU No. 8/1948. Pasal 9 Angka 1 menyebutkan “Setiap orang bukan anggota Tentara atau Polisi yang mempunyai dan memakai senjata api harus mempunyai surat izin pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh Kepala Kepolisian Negara.”Penggunaan senjata api yang juga diizinkan dalam batasan tertentu dalam rangka untuk hal-hal terkait a. Kepentingan keamanan, ketentraman dan ketertiban pelayaran dan penerbangan Indonesia baik milik pemerintah maupun non pemerintah; b. Mengamankan proyek vital nasional yang secara nyata menghadapi gangguan atau ancaman yang dapat membahayakan keamanan proyek tersebut; .......sertac. Dalam rangka melaksanakan tugas operasional pejabat dari satuan pengamanan dilapangan bukan yang bertugas di kantor atau di staf.4 Aturan mengenai senjata api di Indonesia adalah Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Mengubah “Ordonnatie Tijdelijke Bijzondere 3 I Wayan Putra Dharma Wicak, Akibat Hukum Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Api’, Skripsi, Program Sarjana Hukum Universitas Marwadewa 2017.[2].4 ibid.[4]. 211Strafbepalingen” Stbl. 1948 Nomor 17 dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948 selanjutnya disebut UU Senjata Api. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan mengenai perbuatan apa saja yang dapat dikategorikan sebagai penyalahgunaan senjata api. UU Senjata Apidalam penerapannya juga dibantu oleh Peraturan Kapolri No. 18 Tahun penyalahgunaan senjata api yang terjadi tidak hanya dilakukan oleh masyarakat sipil biasa, namun ada juga yang melibatkan anggota TNI. Anggota TNI yang seharusnya memberikan rasa aman bagi masyarakat Indonesia justru melakukan perbuatan yang meresahkan. Kenyataan mengenai anggota TNI yang menguasai senjata api dan menyalahgunakannya tentu saja mengkhawatirkan karena meyangkut kelangsungan hidup masyarakat sendiri. Sehingga masyarakat tidak lagi merasakan aman dalam lindungan anggota penyalahgunaan senjata api yang melibatkan anggota TNI salah satunya adalah kasus Praka Heri yang terbukti meminjamkan senjata api jenis SS2 V1 inventaris pegangannya kepada dua warga sipil. Senjata api tersebut yang digunakan untuk memberondong posko calon anggota legislatif Partai Nasdem di Gampong Kunyet Mule, Kecamatan Matangkuli, Aceh Utara, pada 17 Februari 2014 dini Berdasakan putusan Nomor 92-K/PM I-01/AD/IV/2014, Praka Heri memberikan senjata api tersebut beserta amunisi sebanyak 13 butir kepada Rasyidin alias Mario dan Umar alias Membe. Tidak ada korban yang meninggal pada saat terjadi penembakan di posko Partai NasDem, namun dua kader partai NasDem mengalami luka-luka karena dianiaya oleh Umar. Berdasarkan Putusan Nomor 257/ Bna Umar alias Membe didakwa dengan dakwaan kumulatif yaitu kesatu Pasal 1 ayat 1 UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, dan kedua Pasal 351 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sedangkan Rasyidin, menurut Putusan Nomor 258/ Bna didakwa dengan dakwaan yang sama, namun majelis hakim membebaskannya dari dakwaan kedua. Keduanya dipidana penjara selama 1 tahun 6 bulan. Sedangkan 5 M Anshar, Praka Heri Menangis Dituntut Pecat karena Pinjamkan Senpi ke Sipil’ Tribun-news 2014 accessed 28 Agustus Vol. 3 1 2020 212 Kasna Ahsani Penyalahgunaan Senjata ApiMajelis Hakim Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh menjatuhi pidana penjara kepada Praka Heri selama 3 tiga tahun penjara dan dipecat dari penelitian yang digunakan adalah adalah doctrinal research atau normatif. Tipe penelitian ini bertujuan untuk menemukan kebenaran berdasarkan kesesuaian aturan hukum dengan norma hukum, dan norma hukum dengan asas Penelitian ini menghasilkan sebuah penjelasan yang sistematis mengenai asas-asas hukum, konsep hukum, aturan-aturan hukum yang mengatur tentang penyalahgunaan senjata api pelaku militer dan HukumBerdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka beberapa permasalahan hukum yang akan dibahas yaitu 1. Apakah kualikasi perbuatan yang dimaksud sebagai penyalahgunaan senjata api?2. Bagaimana ratio decidendi putusan pengadilan tentang penyalahgunaan senjata api oleh pelaku militer dan pelaku sipil?Kepemilikan dan Penguasaan Terhadap Senjata ApiDalam hal ini dibedakan mengenai kepemilikan dan penguasaan terhadap senjata api. Kepemilikan ditujukan kepada perseorangan dengan adanya persyaratan dan proses perizinan yang harus dipenuhi. Sedangkan penguasaan ditujukan kepada seseorang yang karena pekerjaannya memungkinkan untuk memegang senjata api beserta perizinan yang berbeda dari kepemilikan. Di Indonesia, masyarakat sipil dimungkinkan untuk memiliki senjata api. Namun, tidak semua masyarakat sipil di Indonesia dapat memiliki dan/atau menggunakan senjata api karena ada batasan-batasan dan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sebelum memiliki izin. Batasan-batasan yang dimaksud adalah adanya tipe-tipe senjata api tertentu, tujuan dari kepemilikan dan pemakaian tertentu. Oleh karena itu, tidak sembarang orang dapat memiliki, menggunakan dan memperoleh izin kepemilikan senjata api. 6 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi Prenadamedia Group 2016.[47]. 213Jenis senjata api di Indonesia dibedakan menjadi senjata api organik dan senjata api non-organik. Senjata api organik ditujukan untuk keperluan TNI maupun Polri, sedangkan senjata api non-organik ditujukan untuk keperluan perorangan dengan persyaratan tertentu seperti untuk satpam atau Polisi Khusus Polsus, bela diri dan olah sipil memang diperbolehkan untuk memiliki senjata api sesuai dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Nonorganik Kepolisian Negara Republik Indonesia/Tentara Nasional Indonesia Untuk Kepentingan Bela Diri Perkap No. 18 Tahun 2015. Senjata api non-organik TNI/Polri dan benda yang menyerupai senjata api dapat dimiliki dan digunakan secara perorangan oleh setiap warga negara yang diberikan secara selektif bagi yang memenuhi persyaratan dan terbatas hanya untuk kepentingan bela diri guna melindungi diri sendiri dari ancaman pihak luar yang nyata-nyata membahayakan keselamatan jiwa, harta benda dan kehormatannya. Selanjutnya adalah pengaturan mengenai senjata api non-organik TNI/Polri yang digunakan untuk olahraga. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non-Organik TNI atau Polri Untuk Kepentingan Olahraga selanjutnya disebut sebagai Perkap No. 13 Tahun 2006, menyebutkan ada 3 tiga jenis olahraga yang menggunakan senjata api non-organik TNI/Polri, yaitu a menembak sasaran atau target, b tembak reaksi, dan c berburu. Setiap jenis pertandingan dibatasi oleh jumlah senjata api non-organik yang digunakan, dan juga tempat dimana senjata api non-organik tersebut dimiliki untuk bela diri dan olahraga, senjata api non-organik TNI/Polri dapat diberikan kepada pengemban fungsi kepolisian lainnya, berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Nonorganik 7 Detanti Asmaningayu Pramesti, Penyalahgunaan Senjata Api Berdasarkan Undang-Un-dang 12/Drt/1951’, Skripsi Program Sarjana Hukum Universitas Airlangga 2011.[15].Jurist-Diction Vol. 3 1 2020 214 Kasna Ahsani Penyalahgunaan Senjata ApiTentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api bagi Pengemban Fungsi Kepolisian Lainnya selanjutnya disebut sebagai Perkap No. 11 Tahun 2017 yang dimaksud sebagai pengemban fungsi kepolisian lainnya meliputi Polsus Polisi Khusus, PPNS Penyidik Pegawai Negeri Sipil, Satpam Satuan Pengamanan, dan Satpol PP Satuan Polisi Pamong Praja.Maka dari itu, pemberian izin terhadap kepemilikan dan penggunaan senjata api harus ketat dan sangat selektif agar tidak diberikan kepada sembarangan orang, dan dipastikan bahwa seluruh persyaratan yang telah disyaratkan dalam undang-undang terpenuhi. Hal tersebut merupakan salah satu tindakan preventif yang dapat dilakukan agar tidak terjadi penggunaan senjata api yang berlebihan dan menyebabkan tidak teraturnya masyarakat. Jika penggunaan dan kepemilikan senjata api tidak dibatasi, setiap masyarakat di Indonesia dapat memiliki senjata api dan menggunakannya untuk hal-hal yang dapat membahayakan nyawa orang lain bahkan sampai merugikan senjata api ditujukan kepada seseorang yang karena pekerjaannya dimungkinkan membawa dan menggunakan senjata api, seperti TNI atau Polri. Jenis senjata api yang digunakan oleh TNI/Polri adalah jenis senjata api organik. Sekalipun TNI/Polri diberikan penguasaan terhadap senjata api ketika bertugas, senjata api tersebut tidak boleh digunakan dengan sembarangan, harus ada aturan yang mengatur dan mengendalikannya. Senjata api organik yang dipegang oleh anggota TNI dan Polri statusnya adalah dipinjampakaikan, bukan dimiliki secara utuh. Anggota TNI/Polri hanya diberi kuasa untuk membawa senjata api selama ia bertugas, sedangkan kepemilikan artinya dapat memiliki senjata api sampai masa yang telah ditentukan dalam peraturan senjata pada Pasal 47 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia 8 Detanti Asmaningayu Pramesti, 215selanjutnya disebut Perkap No. 8 Tahun 2009, penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia. Penggunaan senjata api oleh petugas Kepolisian dibatasi untuk a dalam hal menghadapi keadaan luar biasa, b membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat, c membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat, d mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang, e menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa, dan f menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah yang lebih lunak tidak TNI menggunakan senjata api hanya dalam beberapa hal tertentu, diantaranya pada saat perang, saat latihan dan saat pemakaman anggota TNI yang sudah meninggal. Menurut Pasal 5 ayat 2 UU No. 8/1948, Senjata api yang berada ditangan anggota Angkatan Perang didaftarkan menurut instruksi Menteri Pertahanan, dan yang berada ditangan Polisi menurut instruksi Pusat Kepolisian Negara. Senjata-senjata api yang dimiliki oleh angkatan bersenjata memiliki nomor seri yang menandakan bahwa senjata tersebut sudah terdaftar pada institusi berkaitan. Pada saat pemakaman, senjata api digunakan untuk tembakan salvo. Menurut KBBI, tembakan salvo merupakan tembakan serentak sejumlah senapan atau meriam sebagai tanda penghormatan militer pada upacara kenegaraan, pemakaman, dan Pidana Penyalahgunaan Senjata ApiPenyalahgunaan senjata api dalam arti umum adalah menggunakan senjata api secara tidak sesuai dengan kegunaannya dan melanggar peraturan yang Namun, ada perbedaan dalam konsep penyalahgunaan senjata api yang pelakunya masyarakat sipil biasa dan anggota militer. Penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh masyarakat sipil dapat dilakukan tidak hanya ketika dia tidak memiliki izin, pun jika memiliki izin, senjata api tersebut dapat disalahgunakan. Sebagai contohnya, seseorang memiliki izin kepemilikan senjata api untuk olahraga 9 ibid.[31].Jurist-Diction Vol. 3 1 2020 216 Kasna Ahsani Penyalahgunaan Senjata Apiberburu. Terdapat ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi dalam penggunaan senjata api untuk berburu. Selain izin yang harus dimiliki oleh atlet berburu, jumlah beserta senjata api dan kaliber juga dibatasi. Penggunaan juga hanya dibenarkan untuk ditembakkan di lokasi berburu dan tempat pertandingan yang ditentukan oleh Perbakin. Jika seseorang yang memiliki izin kepemilikan senjata api untuk olahraga berburu menembakkan senjata api di hutan yang bukan merupakan lokasi berburu yang ditentukan oleh Perbakin juga termasuk penyalahgunaan senjata api. Sedangkan seseorang yang menggunakan senjata api tanpa izin sudah jelas merupakan bagi anggota militer yang sudah jelas-jelas memiliki izin untuk membawa dan menggunakan senjata api, mereka memiliki kuasa terhadap senjata api tersebut. Namun, apabila anggota militer yang menguasai senjata api tersebut menggunakan senjata api tidak sesuai dengan aturan, maka terjadi sebuah penyalahgunaan penguasaan senjata api. Setiap pemberian kuasa kepada seseorang, selalu disertai dengan tujuan atau maksud tertentu. Sehingga dalam melaksanakan tugas dalam pemberian kuasa tersebut harus selaras dengan tujuan atau maksud yang sudah diberikan. Sehingga apabila penggunaan kekuasaan tersebut tidak sesuai dengan maksud atau tujuan yang sudah ditentukan, maka telah terjadi penyelahgunaan kuasa. Senjata api yang dikuasai oleh anggota militer tidak boleh dibawa keluar dari markas atau posko. Jika ada yang membawa senjata api keluar dari markas atau posko, harus memiliki surat izin utuk membawa senjata api. Meskipun senjata api tersebut boleh dibawa keluar, tidak boleh digunakan secara prakteknya, seseorang yang menyalahgunakan senjata api akan dikenai pasal dalam UU Senjata Api yaitu pada Pasal 1. Pada UU Senjata Api Pasal 1 ayat 1, berbunyi “Barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.” 217Dalam pasal tersebut, ada beberapa perbuatan yang dilarang, diantaranya adalah memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak. Perbuatan-perbuatan tersebut dilarang karena dilakukan tanpa hak atau tanpa izin tertentu dari pihak yang berwajib. Unsur-unsur dalam pasal tersebut dijelaskan sebagai berikut a. Unsur pertama adalah unsur “barang siapa”, unsur ini mencakup subjek hukum. Dimana barang siapa adalah setiap orang yang menjadi subyek hukum dan dapat dimintai pertanggungjawaban. Barang siapa disini pertanggungjawabannya dikenakan pada perseorangan atau individu;b. Unsur kedua adalah “tanpa hak”, yang dimaksud oleh unsur ini adalah segala perbuatan yang dilakukan tanpa didasari adanya hak;c. Unsur ketiga adalah “memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak”, unsur ini bersifat alternatif. Dimana jika perbuatan yang dilarang tersebut terbukti salah satu saja maka unsur ini sudah contoh perbuatan yang dapat dikatakan sebagai tindak pidana penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh masyarakat sipil adalah perbuatan Dokter Helmi yang menembak mati istrinya, Dokter Letty. Peristiwa tersebut terjadi pada tanggal 9 November 2017 di Jakarta Timur. Alasan Dokter Helmi menembak istrinya karena sang istri tidak ingin diceraikan. Dokter Helmi menembak Dokter Letty sebanyak 6 enam kali menggunakan senjata jenis revolver. Setelah membunuh istrinya, Dokter Helmi langsung menyerahkan dirinya ke Polda Metro Jaya. Dokter Helmi dikenai pasal dalam UU Senjata Api karena tidak memiliki izin kepemilikan terhadap senjata api yang digunakannya untuk menembak sang istri. Jurist-Diction Vol. 3 1 2020 218 Kasna Ahsani Penyalahgunaan Senjata ApiMajelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan hukuman pidana penjara seumur hidup kepada Dokter yang menyangkut pelaku militer salah satunya adalah perbuatan yang dilakukan oleh Serda Yoyok Hady Suhemby. Serda Yoyok melakukan penembakan kepada Marsim Sarmani karena secara tidak sengaja Marsim hampir menyerempet mobil Serda Yoyok. Sempat terjadi adu mulut diantara Serda Yoyok dan Marsim, dan pada saat itu Serda Yoyok mengambil pistol dari pinggang kanannya. Marsim juga sempat meminta maaf kepada Serda Yoyok, namun Serda Yoyok mengabaikan permintaan maaf Marsim. Kemudian terdengar suara letusan satu kali dari senjata milik Serda Yoyok. Tembakan Serda Yoyok mengenai kepala Marsim yang diketahuinya adalah bagian vital. Setelah melakukan penembakan, Serda Yoyok pergi dengan mobilnya. Majelis Hakim Pengadilan Militer II-09 Bandung menjatuhkan pidana selama 9 sembilan tahun dan dipecat dari dinas militer karena melakukan tindak pidana beberapa contoh yang sudah dijelaskan sebelumnya, Dokter Helmi tidak memiliki izin resmi atau legal atas kepemilikan senjata api yang dia gunakan. Secara tidak langsung senjata api yang digunakan adalah senjata api ilegal. Untuk mendapat izin kepemilikan senjata api sehingga dapat digunakan, Dokter Helmi tidak melewati proses-proses yang telah ditentukan dan juga tidak memenuhi persyaratan yang sudah diatur oleh undang-undang. Karena tidak adanya izin dalam kepemilikan senjata api, sehingga Dokter Helmi tidak memiliki hak untuk menggunakan senjata api. Dokter Helmi menggunakan senjata api untuk membunuh Dokter Letty, istrinya sendiri karena tidak ingin diceraikan. Sedangkan pada kasus Serda Yoyok, dia melakukan penembakan terhadap masyarakat sipil yang mengakibatkan orang tersebut meninggal dunia. Perbuatan yang dilakukan oleh Serda Yoyok tidak dapat dibenarkan, dimana seharusnya seorang TNI mengayomi masyarakat. TNI memiliki tugas untuk menjaga bangsa sehingga sikap Serda Yoyok yang melakukan penembakan kepada masyarakat sipil 10 Ibnu Hariyanto, Tembak dr Letty, Dokter Helmi Divonis Penjara Seumur Hidup’ detikNews 2018 accessed 22 November 2018. 219dapat dikatakan sebagai perbuatan yang tidak bertanggung jawab. Serda Yoyok menyalahgunakan kekuasaannya terhadap senjata api dengan menggunakan senjata api untuk menembak mati masyarakat sipil yang tidak ada hubungannya dengan tugasnya. Diketahui juga bahwa, pada saat kejadian adalah jam dinas Serda Yoyok. Tujuan diberikannya senjata api kepada Serda Yoyok adalah untuk melakukan dinas militer. Namun Serda Yoyok menggunakan senjata api tersebut untuk menembak mati Marsim tepat Putusan PengadilanPutusan yang dianalisis pada penelitian ini ada 3 tiga putusan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap, yaitu Putusan Nomor 92-K/PM I-01/AD/IV/2014 atas nama Terdakwa Heri Shatri, Putusan Nomor 257/ Bna atas nama Terdakwa Umar alias Mimbe bin M. Adam dan Putusan Nomor 258/ Bna atas nama Terdakwa Rasyidin alias awalnya, Umar mengajak Rasyidin untuk melakukan penembakan pada Posko Partai Nasdem. Umar menyarankan agar Rasyidin meminjam senjata api kepada Praka Heri yang merupakan kenalannya. Rasyidin menyetuji dan menemui Praka Heri. Praka Heri yang kebetulan saat itu ditugaskan di Pam Exxon Mobil Oil dengan 7 anggota TNI lainnya dimana setiap anggota dilengkapi dengan senjata perorangan laras panjang jenis SS2 V1 yang disimpan peti dan dikunci, dilengkapi dengan 75 tujuh puluh lima butir peluru yang disimpan dalam tas ransel masing-masing anggota. Ketika Rasyidin meminjam senjata api tersebut, Praka Heri menyetujui. Praka Heri pun ikut Rasyidin untuk menemui Umar dengan membawa senjata api inventarisnya dan 13 butir amunisi. Pada tanggal 16 Februari 2014 sekitar pukul WIB, Umar dan Rasyidin datang ke Posko Partai Nasdem. Umar menembak sebanyak 8 kali sebelum masuk kedalam pekarangan dan menembak lagi. Rasyidin juga ikut menembak sebanyak 2 itu, Umar menendang pintu posko dan masuk kedalamnya. Umar melakukan penganiayaan terhadap 2 orang kader Partai Nasdem. Setelah itu keduanya pergi dari posko. Ketika Rasyidin mengembalikan senjata api, ia memberikan Jurist-Diction Vol. 3 1 2020 220 Kasna Ahsani Penyalahgunaan Senjata Apisejumlah uang kepada Praka Heri. Terdapat perbedaan pernyataan antara Praka Heri dan Umar juga Rasyidin. Dalam persidangan Praka Heri mengungkapkan bahwa Umar dan Rasyidin meminjam senjata api tersebut untuk berburu babi, sedangkan Umar dan Rasyidin menyatakan bahwa Praka Heri tahu bahwa senjata api tersebut akan digunakan untuk melakukan penembakan pada Posko Partai Nasdem. Pada putusan Praka Heri, Majelis Hakim menimbang bahwa perbuatan Praka Heri meminjamkan senjata api tersebut semata-mata karena mendapatkan imbalan dari Rasyidin dan Umar. Dan perbuatan Praka Heri tersebut tidak dapat dibenarkan. Praka Heri terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pasal 1 UU Senjata Api dan dipidana dengan pidana pokok penjara selama 3 tahun dan dipecat dari dinas militer sebagai pidana tambahan. Sedangkan pada putusan Rasyidin dan Umar, Majelis Hakim mempertimbangkan fakta hukum yang ada, menjelaskan mengenai unsur-unsur tindak pidana dan menyatakan bahwa Rasyidin dan Umar telah memenuhi unsur-unsur tersebut. Majelis Hakim juga tidak menemukan adanya alasan pemaaf dan alasan pembenar yang dapat menghapus sifat melawan hukum perbuatan Rasyidin dan Umar. Sehingga Majelis Hakim menyatakan bahwa keduanya tetap harus dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatan yang telah dilakukannya. Rasyidin dan Umar terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pasal 1 UU Senjata Api dan dipidana penjara selama 1 tahun dan 6 ketiga putusan tersebut, putusan Praka Heri adalah putusan yang memiliki pidana yang paling berat. Praka Heri dipidana dengan pidana penjara selama 3 tiga tahun dan dipecat dari dinas militer. Sedangkan Rasyidin dan Umar dipidana dengan pidana penjara selama 18 delapan belas bulan. Perbedaan diantara putusan-putusan tersebut adalah adanya pemecatan Praka Heri dari dinas militer. Menurut Pasal 62 UU TNI, prajurit TNI diberhentikan dengan tidak hormat jika memiliki tabiat atau melakukan perbuatan yang dapat merugikan disiplin keprajuritan atau TNI. Perbuatan yang dilakukan oleh Praka Heri dengan meminjamkan senjata api yang bukan miliknya, melainkan inventaris TNI, adalah perbuatan yang merugikan bagi TNI sendiri dan tidak dapat dibenarkan. Perbuatan yang dilakukan oleh Praka Heri pada kasus diatas, lebih tepat dika-takan sebagai penyalahgunaan penguasaan senjata api. Karena Praka Heri memiliki izin yang sah untuk membawa dan menggunakan senjata api, sehingga dia memiliki hak terhadap senjata api tersebut. Praka Heri merupakan anggota militer yang aktif, sehingga senjata api yang ia bawa merupakan senjata inventaris yang dikuasain-ya dengan status pinjam pakai. Namun, senjata api yang dikuasai oleh Praka Heri seharusnya hanya digunakan untuk kepentingan dinas, bukan dipinjamkan kepada Umar dan Rasyidin. Perbuatan Praka Heri sudah jelas-jelas tidak sesuai dengan tujuan dari pemberian senjata api tersebut, sehingga Praka Heri melakukan pen-yalahgunaan penguasaan atas senjata api yang menjadi pegangannya. Sedangkan bagi Rasyidin dan Umar, penembakan yang mereka lakukan hanya dilakukan untuk menakut-nakuti saja. Umar memang melakukan penganiayaan terhadap 2 dua orang yang ada di dalam posko sebelum pergi bersama Rasyidin, namun tidak menggunakan senjata api milik Praka Heri. Lama pidana yang diputuskan oleh majelis hakim tetap dikaitkan dengan fakta-fakta hukum yang ada dan proses peradilan yang terjadi. Apakah ada hal-hal yang meringankan atau memberatkan bagi perbuatan Terdakwa. Maka pidana penjara selama 18 delapan belas bulan yang dijatuhkan pada Umar dan Rasyidin dirasa sudah cukup senjata api dapat karena aspek kepemilikan maupun aspek penguasaan. Ada perbedaan dalam konsep penyalahgunaan senjata api yang pelakunya masyarakat sipil biasa dan anggota militer. Penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh masyarakat sipil dapat dilakukan tidak hanya ketika dia tidak memiliki izin, pun jika memiliki izin, senjata api tersebut dapat disalahgunakan. Sedangkan bagi anggota militer yang sudah jelas-jelas memiliki izin untuk membawa dan menggunakan senjata api, mereka sudah memiliki wewenang terhadap senjata api tersebut. Namun, apabila anggota militer yang menguasai senjata api tersebut menggunakan senjata api tidak sesuai dengan aturan, maka terjadi sebuah penyalahgunaan penguasaan atas senjata Vol. 3 1 2020 222 Kasna Ahsani Penyalahgunaan Senjata ApiKoneksitas adalah tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk Iingkungan peradilan umum dan lingkungan peradilan militer. Pada kenyataannya, tidak begitu banyak perkara koneksitas yang terjadi di Indonesia meskipun pelaku-pelakunya tunduk pada lingkup peradilan yang berbeda. Seperti putusan pada kasus yang diangkat dalam tulisan ini, dimana kasus tersebut tidak diadili secara koneksitas meskipun Praka Heri tunduk pada lingkup peradilan militer dan Rasyidin juga Umar tunduk pada lingkup peradilan umum. Perbuatan yang dilakukan oleh Praka Heri pada kasus diatas, lebih tepat dikatakan sebagai penyalahgunaan penguasaan senjata api. Karena Praka Heri memiliki izin yang sah untuk membawa dan menggunakan senjata api, ia diberi kuasa atas senjata api tersebut. Sedangkan bagi Rasyidin dan Umar, perbuatan yang dilakukan keduanya adalah secara tanpa hak memperoleh, membawa, menguasai dan mempergunakan senjata api. Mereka berdua tidak memiliki hak atas senjata api tersebut, dan mereka menggunakan senjata api dengan tujuan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sehingga keduanya melakukan tindak pidana penyalahgunaan senjata BacaanBukuPeter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Revisi Prenadamedia Group 2016.Moch. Faisal Salam, Hukum Pidana Militer di Indonesia CV. Mandar Maju 2006.SkripsiI Wayan Putra Dharma Wicak, Akibat Hukum Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Api’ 2017 Program Sarjana Hukum Universitas Ditya Wijaya, Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Insubordinasi Militer’ 2017 Program Sarjana Hukum Universitas Asmaningayu Pramesti, Penyalahgunaan Senjata Api Berdasarkan Undang-Undang 12/Drt/1951’ 2011 Skripsi, Program Sarjana Hukum Universitas Airlangga. LamanM Anshar, Praka Heri Menangis Dituntut Pecat karena Pinjamkan Senpi ke Sipil’ Tribunnews, 2014 , diakses 28 Agustus Hariyanto, Tembak dr Letty, Dokter Helmi Divonis Penjara Seumur Hidup’ detikNews, 2018 , diakses 22 November Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Pengaturan Hukum Undang-Undang Hukum Pidana Militer KUHPM.Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api Lembaran Negara Tahun 1948 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara.Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2124.Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4169.Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4439.Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2009 tentang Susunan Organisasi Tentara Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non-Organik TNI atau Polri Untuk Kepentingan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Nonorganik Kepolisian Negara Republik Indonesia/Tentara Nasional Indonesia Untuk Kepentingan Bela Diri. 223Jurist-Diction Vol. 3 1 2020 224 Kasna Ahsani Penyalahgunaan Senjata ApiPeraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Nonorganik Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api bagi Pengemban Fungsi Kepolisian Lainnya. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Heri Menangis Dituntut Pecat karena Pinjamkan Senpi ke SipilM LamanAnsharLaman M Anshar, 'Praka Heri Menangis Dituntut Pecat karena Pinjamkan Senpi ke Sipil' Tribunnews, 2014 , diakses 28 Agustus Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Pengaturan Hukum PidanaUndang-UndangUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Pengaturan Hukum 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api Lembaran Negara TahunUndang-UndangUndang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Pemakaian Senjata Api Lembaran Negara Tahun 1948 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara.Republik Indonesia Nomor 34 TahunUndang-UndangUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4439.Akibat Hukum Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata ApiSkripsi I Wayan Putra DharmaWicakSkripsi I Wayan Putra Dharma Wicak, 'Akibat Hukum Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Api' 2017 Program Sarjana Hukum Universitas Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2124Undang-UndangUndang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api Lembaran Negara Tahun 1951 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2124.
Dengandemikian, kita harus memahami bahwa hak kepemilikan senjata tajam diperbolehkan oleh Undang-Undang. Secara eksplisit, Pasal 2 (2) UU Darurat Senjata menentukan beberapa tujuan yang diperbolehkan dalam menggunakan Senjata Berbahaya, yaitu:[4] a. Kepentingan pertanian; b. Pekerjaan rumah tangga; d. Barang pusaka/kuno/ajaib.Senjataini mempergunakan amunisi 7,92×57 mm. Mauser ini dianggap sebagai senjata paling 'advanced' untuk jenisnya pada masa itu. Portugal juga mengunakan GPMG dalam kasus Timor-Timur . kemudian senjata ini jatuh ke tangan pasukan Fretilin. Buku Agenda Jenderal A. Yani tentang Dewan Jenderal Foto: Dokumen Pribadi Kamis malam, 302LFNQbC.